Tuntang Society 3.35

kecamatan Tuntang, desa Tuntang
Salatiga, 50773
Indonesia

About Tuntang Society

Tuntang Society Tuntang Society is a well known place listed as Community Organization in Salatiga , Public Places in Salatiga ,

Contact Details & Working Hours

Details

sebuah wadah buat orang - orang asli pribumi desa tuntang, mendiskripsikan asal ">TUNTANG SOCIETY

Group untuk memberi informasi seputar kejadian di Desa Tuntang, memberi informasi sejarah yg ada di Desa Tuntang, memberi informasi tempat rekreasi seputar desa tuntang dan mengapresiasikan bentuk ide,pikiran,gagasan antar sesama pribumi penduduk desa tuntang, mengenalkan sejarah kecintaan terhadap desa tuntang.

lebih banyak lebih sulit untuk di deskripsikan dengan kata - kata karena tuntang mempunyai banyak cerita yg perlu diketahui semua orang...

Thisis all about the Tuntang village.......

Tuntang History

SEJARAH TUNTANG
Asal-usul nama Tuntang, tuntang itu memiliki sebuah sungai yang mengalir dari arah Banyubiru, Ambarawa sampai ke Demak. Sungai itu mendapatkan air atau sumber mata air daibeberapa gunung atau bukit yang berada di Ambarawa dan sekitarnya. Oleh Belanda air itu dibendung dan digunakan sebagai aliran listrik yang sekarang bersentral di Njelog. Dahulunya sungai itu dikelilingi oleh lereng-lereng dan juga hutan. Maka apabila ada suara secara otomatis akan menimbulkan bunyi pantul. Oleh karena kebiasaan masyarakat setempat di waktu dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh kerap membunyikan kentongan yang berbunyi, ”tung…tung…tung” akibatnya suara itu menggema dan menghasilkan bunyi pantul, “tang…tang…tang”.
Maka kyai putih meninggalkan sebuah pesan, kelak apabila daerah ini terdapat keramaian serta kemakmuran, tepat ini akan kuberi nama, “TUNTANG”, yang berasala dari sebuah pantulan bunyi kentongan. “TUNG….TANG…”. Kyai putih adalah seorang pengawal atau pengikut pabgeran Benowo dan pembawa ajaran islam di daerah Tuntang. Sedangkan pangeran Benowo adalah anak dari Hadi Wijoyo (Jaka Tingkir) yang suka mengembara.
Dari air yang dibendung oleh Belanda. Debit air tersebut terus menerus mengalami suatu kenaikan. Hingga pada tahun 1935 pemerintah Belandamenumoahkan air tersebut ke sebuah desa yang terletak lebih rendah dari bendungan itu. Sebelumnya masyarakat setempat telah diminta untuk mengosongkan desa itu. Setelah itu air menenggelamkan desa itu, terbentuklah sebuah rawa yang diberi nama “Rawa Pening”.