Kajian Tasawuf 1.39

Jakarta, 10100
Indonesia

About Kajian Tasawuf

Kajian Tasawuf Kajian Tasawuf is a well known place listed as Community Center in Jakarta , Community Organization in Jakarta ,

Contact Details & Working Hours

Details

Tasawuf pada awal adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak di singgung dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Dengan demikian, sumber utama tasawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al-qur’an, As-sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat yang tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-qur’an dan As-sunnah.
Tasawuf disebut juga Ilmu Kerohanian Islam. Suatu ilmu yang membawa kepada pengetahuan batin untuk menemukan suatu jalan ke arah kesadaran dan pencerahan yang hakiki.

Jika sebagian orang mengatakan bahwa tasawuf itu bid'ah atau sesuatu yang baru, mungkin dapat diterima manakala ditinjau dari istilah tasawuf-nya, sebab istilah tersebut pada zaman Rasulullah SAW memang belum biasa terdengar, sebagaimana istilah: Fiqih, Mustolahul Hadits, Mantiq, Ushul Fiqh, dan lain-lain. Karena istilah-istilah itu memang muncul setelah Rasulullah SAW secara fisik meninggalkan umatnya. Tetapi kalau di tinjau dari sisi peramalan dan pembumian, maka tuduhan bid'ah itu benar-benar keliru (ngawur). Karena pelaksanaan (praktek) amalan tasawuf telah dilakukan semenjak Rasulullah SAW dan diteruskan oleh Khulafaurrosyidin, Tabi'in, Ulama Ussalafusholih dan para Wali. Sedangkan dasar peramalannya semua bermula dari Al Qur'anul Karim.

Diantara salah satu tokoh tasawuf Islam yang sangat terkenal adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Thusi atau yang kita kenal dengan sebutan Imam Al-Ghazali. Beliau telah berhasil menggagas kaedah-kaedah tasawuf yang terkumpul dalam karya yang terkenal Ihya’ U’lum al-Din (The Revival of Religion Sciences). Karya Al-Ghazali ini dianggap sebagai jembatan yang mendamaikan syari’at dengan tasawuf yang sempat mengalami clash pada zaman itu.

Al-Ghazali berusaha meletakkan kembali posisi tasawuf ke tempat yang benar menurut syari’at Islam. Al-Ghazali membersihkan ajaran tasawuf dari pengaruh faham-faham asing yang masuk mengotori kemurnian ajaran Islam. Dalam usaha pembersihannya tersebut, Al-Ghazali mengawali kitabnya Ihya ‘Ulumiddin dengan pembahasan faraidh al-Diniyah, kemudian diikuti dengan pembahasan Nawafil dan selanjutnya baru diikuti dengan cara-cara yang sepatutnya diikuti untuk sampai ke martabat yang sempurna. Ketertarikan Al-Ghazali pada tasawuf tidak saja telah membuatnya memperoleh pencerahan dan ketenangan hati. Lebih jauh lagi, justru dia memiliki peran yang cukup signifikan dalam peta perkembangan tasawuf selanjutnya. Jika pada awal pembentukannya tasawuf berupaya menenggelamkan diri pada Tuhan dimeriahkan dengan tokoh-tokohnya seperti Hasan Basri (khauf), Rabi`ah Al-Adawiyah (hub al-ilah), Al-Hallaj (hulul), dan kemudian berkembang dengan munculnya tasawuf falsafi dengan tokoh-tokohnya Ibn Arabi (wahdat al-wujud), Ibn Sabi`in (ittihad), dan Ibn Faridl (cinta, fana’, wahdat at-shuhud) yang mana menitikberatkan pada hakikat serta terkesan mengenyampingkan syari'at, kehadiran Al-Ghazali justru telah memberikan warna lain. Al-ghazali telah mampu melakukan konsolidasi dalam memadukan ilmu kalam, fiqih,dan tasawuf yang sebelumnya terjadi ketegangan.

Perjuangan Al-Ghazali dalam mengembalikan tasawuf pada jalan aslinya, yaitu tidak menyimpang dari nash dan sunah Rasul telah membawa perubahan besar pada zamannya. Ia berpendapat bahwa seorang yang ingin terjun dalam dunia kesufian harus terlebih dahulu menguasai ilmu syari'at. Karena praktek-praktek kesufian yang bertentangan dengan syari'at Islam tidak dapat dibenarkan. Menurut Al-Ghazali tidak seharusnya antara syari'at dan tasawuf terjadi pertentangan karena kedua ilmu ini saling melengkapi.

Dalam kitabnya Ihya’ U’lum al-Din, Al-Ghazali menjelaskan dengan detail hubungan antara syari'at dengan tasawuf. Ia memberikan contoh praktek syari'at yang kosong akan nilai tasawuf (hakikat) maka praktek itu tidak akan diterima oleh Allah dan menjadi sia-sia. Sebaliknya praktek tasawuf yang meninggalkan aturan syari'at Islam maka praktek itu akan mengarah pada bid’ah. Ibarat syari'at adalah tubuh maka nilai-nila tasawuf adalah jiwanya sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Tarekat (thariqat) merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang di dalamnya berisi aspek aqidah, syari’at dan hakikat. Arti dasar tarekat adalah "jalan/metode/cara" yang harus dilalui oleh seorang untuk menuju pintu-pintu Tuhan. Dari aqidah lahir Tauhid, dari syari’at lahir Fikih dan dari hakikat lahir Tasawuf. Al-Ghazali biasanya menggunakan istilah Tauhid, Fikih dan Tasawuf untuk memberikan padanan pada ketiga aspek: aqidah, syari’at, dan hakikat. Aqidah bagaikan akar sebuah pohon, syari’at laksana pohon/ranting, sedangkan hakikat adalah buah dari hasil metabolisme yang ada dalam pohon tersebut yang dinamakan Tasawuf. Dengan kata lain, tarekat adalah suatu jalan/metode/cara untuk memasuki dunia Tasawuf.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisai masa Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia adalah satu-satunya organisasi masa Islam yang memiliki undang-undang mengakui keberadaan tasawuf (tarekat) di Indonesia, dengan mengembangkan metode Imam Al Ghazali dan Syeikh Junaidi Al Baghdadi yang mengintregasikan antara tasawuf dengan syari'at.

Antara tarekat dan NU memang memiliki sejarah yang cukup panjang. Ulama-ulama NU jaman dulu merupakan orang-orang tarekat yang berguru pada ulama-ulama tasawuf (sufi) terkenal. Demikian juga Wali Songo yang menjadi panutan warga NU (nahdliyin) adalah para pengamal tarekat.

Jika tarekat merupakan bagian dari NU namun warga NU tidak mesti menjadi jama'ah tarekat. Meski demikian, kalangan nahdliyin dalam setiap amalan ibadahnya kebanyakan menyerupai amalan ibadahnya jama'ah tarekat. Hal ini merupakan salah satu pengaruh dari sisa-sisa penyebaran Islam di Nusantara oleh ulama-ulama sufi, khususnya Wali Songo.


Salam... :)